Senin, 20 Desember 2010

HIDUP SEORANG MUKMIN PENUH DENGAN KEBERUNTUNGAN

Senin, 20 Desember 2010

HIDUP SEORANG MUKMIN PENUH DENGAN KEBERUNTUNGAN

Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
 Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan ” ( Surat Al-Anbiya`:35.
Pada ayat diatas Allah Ta`ala memberitakan bahwa selama kita masih hidup di dunia, pasti akan menemui tiga perkara yang sudah menjadi sunnatullah (ketetapan Allah), yaitu: 1. Mati 2. Diuji dengan keburukan 3. Diuji dengan kebaikan
Sebelum sunnatullah dalam bentuk kematian datang memutus kehidupan seseorang di dunia, maka ia akan terus ditimpa oleh dua sunnatullah yang lainnya secara silih berganti, yaitu ujian dalam bentuk kebaikan dan ujian dalam bentuk keburukan (musibah).
Syukurnya, kita ummat islam diwarisi oleh Rasulullah Shalallahu saw. Al-Qur`an dan As-sunnah sebagai  pedoman hidup. Dua pedoman hidup tersebut disusun langsung oleh sang pencipta kehidupan itu sendiri dan Dzat yang paling mengerti seluk beluk dan rahasia kehidupan, yakni Allah swt. melalui utusanNya Nabi Muhammad swt. Diantara kandungan Al-Qur`an dan As-suunnah ini, terdapat sebuah pedoman yang akan membimbing siapapun orang yang mengimani keduanya (kaum mukminin) agar dalam setiap sunnatullah (musibah dan kesenangan) tersebut selalu dalam keadaan beruntung (berpahala). Dengan kata lain selama ia masih hidup di dunia ini, maka ia akan selalu beruntung baik ketika berhadapan dengan musibah atau dengan kesenangan. Oleh karena itu kita perlu mempelajari kembali Al-Qur`an dan As-sunnah dalam masalah ini, agar kita dapat menyikapi setiap ujian-ujian tersebut dengan sikap yang tepat.
Suatu ketika Rasulullah saw. pernah mengungkapkan kekagumannya terhadap keadaan kaum mukminin. Sebagaimana yang ditegaskan oleh beliau dalam sabdanya. Artinya: ” Sungguh mengherankan perkara orang mukmin itu, sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang mukmin. Jika dia diberi sesuatu yang menggembirakan dia bersyukur, maka ia menjadi baik baginya. Dan apabila ia ditimpa suatu mudharat, ia bersikap sabar, maka itu menjadi baik baginya.”(HR.Muslim).
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw.menyatakan bahwa bagi seorang mukmin, baik di dalam keadaan senang maupun dalam keadaan ditimpa musibah, tetap ada peluang untuk beruntung (berpahala).
1.      Ujian dalam bentuk kebaikan. Dalam ujian model ini ada kewajiban bagi seorang mukmin, yaitu bersyukur. Dengan memanfaatkan segala kenikmatan tersebut untuk ketaatan kepada Allah sehingga dengan sikap syukur atas kenikamatan itu, menjadikan ia akan semakin dekat dengan Allah dan inilah orang yang beruntung dalam ujian jenis ini. Namun ada pula orang yang gagal dalam ujian jenis ini, yaitu orang yang dengan ujian ini justru semakin jauh dari Allah, yaitu ketika nikmat yang Allah berikan tersebut malah ia gunakan untuk durhaka dan maksiat kepada Allah, sehigga dengan nikmat tersebut ia justru semakin jauh dari Allah. Allah swt. berfirman dalam surat Ibrahim: 7.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
2.      Ujian dalam bentuk Musibah. Dalam ujian model ini, juga ada kewajiban seorang mukmin padanya yaitu bersabar. Ketika bersabar dalam keadaan ini, maka sikap yang muncul adalah upaya untuk terus mengintrospeksi diri ( bertaubat ) atas dosa-dosa yang pernah ia lakukan, sehingga selain mendapatkan pahala, sikap sabar ini juga dapat menggugurkan dosa-dosanya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
Seorang muslim tidak ditimpa oleh rasa letih, penyakit, gelisah, sedih, gangguan ataupun kegundahan, hingga duri tertancap padanya melainkan Allah menebus dengannya sebagian dari kesalahan-kesalahannya.(HR.Bukhary & Muslim).
Maka dengan sikap sabar ini, ia akan semakin dekat kepada Allah dan inilah orang yang beruntung dalam ujian model ini. Namun ada pula orang yang gagal dalam ujian model ini, yaitu ketika ditimpa musibah ia tidak mau mengoreksi dirinya ( bertaubat ), justru mengeluh dan tidak ridha dengan ketentuan Allah tersebut. Ia merasa amalnya sudah baik semua dan dirinya bersih dari dosa, sehingga anggapannya itu menghambat dirinya dari upaya untuk bertaubat dan lebih dekat kepada Allah swt. Tentu sikap semacam ini tidak sesuai dengan tujuan Allah menurunkan musibah tersebut yaitu agar hambanya mau kembali ( bertaubat ) kepadaNya, sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Ar Ruum (41):
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Maka bagi seorang mukmin, kelezatan itu bukan hanya pada kenikmatan, tetapi juga ada pada musibah. Sebab dalam kenikmatan seorang mukmin berpeluang untuk beruntung (berpahala) karena “syukurnya”, dan dalam musibah seorang mukmin juga berpeluang untuk beruntung (berpahala) karena “sabarnya”. Oleh sebab itu Alhamdulillah, seorang mukmin itu selama ia hidup di dunia akan selalu beruntung, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka, hingga maut memutus kehidupannya di dunia.

Tidak ada komentar: